Selasa, 24 Juli 2012

Layla dan Majnun


Layla dan Qays (Majnun) adalah teman sekelas, dan sejak hari pertama mereka bertemu, mereka sudah saling tertarik.  Bagi Layla dan Qays, sekolah bukan lagi tempat untuk belajar-melainkan tempat pertemuan. Ketika guru mengajar, mereka saling bertatapan; dan ketika tiba saatnya mencatat pelajaran, mereka malah saling menulis nama satu sama lain di atas kertas. Dunia menjadi hanyalah Laya dan Qays; mereka buta dan tuli terhadap yang lainnya.

Sedikit demi sedikit, akhirnya semua orang mengetahui cinta mereka, dan pergunjingan pun dimulai. Ketika orangtua Layla mendengar kasak-kusuk tentang anak gadisnya, mereka melarang Layla pergi ke sekolah. Beban malu bagi keluarga kepala suku tidak dapat ditahan.
 
Ketidakhadiran Layla di ruang kelas membuat Qays menderita dan patah-hati. Dia meninggalkan sekolah dan mulai berkelana di jalanan mencari kekasihnya, sambil memanggil-panggil nama Layla. Qays membuat puisi untuk Layla dan melantunkannya sambil berjalan. Dia tidak berbicara apa pun kecuali tentang Layla, juga tidak mempedulikan orang lain kecuali ditanya mengenai Layla. Orang-orang menertawakannya dan mengacungkan jari kepadanya, sambil berkata, “Lihat dia-dia adalah majnun, si gila!”, dan nama itu pun melekat padanya. 

Sepanjang hari Majnun duduk di depan pondoknya, berbicara kepada air, mengirimkan kelopak bunga liar bersama aliran air tersebut, yakin bahwa sungai itu akan menyampaikan salam cintanya kepada Layla. Dia menyapa dan meminta burung-burung untuk terbang memberitahu Layla bahwa dia berada di dekatnya. Ia menghirup angin yang bertiup dari barat, karena angin tersebut telah melalui desa Layla. Jika ada anjing tersesat dari arah perkampungan Layla, Majnun akan memberinya makan, merawatnya, dan menyayangi  hewan tersebut seperti benda keramat, menghormatinya dan memeliharanya hingga anjing itu memilih untuk pergi. Apa pun yang berasal dari tempat kekasihnya berada dianggap sebagai kekasih.

Sejak berhenti sekolah, Layla tidak berbuat apa-apa kecuali memikirkan Qays. Anehnya, setiap kali dia mendengar burung berkicau lewat jendela atau lewat tiupan angin yang lembut, dia menutup mata, berpikir bahwa dia dapat mendengar suara Qays di dalam kicauan itu. Dia menangkap kelopak-kelopak bunga yang dibawa angin atau aliran sungai, dan tahu bahwa kelopak-kelopak itu berasal dari Qays. Tetapi ia tidak pernah membicarakan cintanya dengan siapa pun, bahkan kepada sahabat terdekatnya.

Pada hari Majnun memasuki kamarnya, Layla telah lebih dahulu merasakan kedatangan Majnun. Layla mengenakan gaun terbaiknya, baju panjang berwarna biru kehijauan dari sutera. Rambutnya dibiarkan terurai, dan dengan hati-hati disisir di sekeliling bahunya. Matanya diberi celak bubuk hitam yang disebut surmeh, seperti kebiasaan kaum wanita di Arab. Bibirnya diberi pemerah, dan pipinya yang kemerahan alami tampak bersinar, menampakkan rasa senangnya. Dia duduk di depan pintu, menunggu. Ketika Majnun masuk, Layla nyaris tidak mempercayai bahwa itu benar-benar terjadi.

Salah seorang pengurus rumah Layla memperhatikan keberadaan seorang perempuan tak dikenal di luar pintu kamar majikannya. Kecurigaannya timbul, dia lantas memberi tanda kepada salah seorang pengawal. Namun ketika ibu Layla datang untuk menyelidik, Majnun dan teman-temannya sudah lama pergi. Bagaimana pun, begitu orangtua Layla menanyai Layla, tidak suit bagi mereka menebak apa yang telah terjadi. Kediaman Layla dan kebahagian yang terpancar di matanya telah menceritakan semuanya.

Waktu ayah Majnun mengetahui peristiwa yang terjadi di rumah Layla, dia memutuskan melamar Layla untuk putranya. Ayah Majnun menyiapkan rombongan pembawa hadiah dan membawanya ke desa Layla. Rombongan tamu tersebut disambut dengan baik. Ayah Majnun yang memulai, 
 “Engkau tahu betul, sahabatku, ada dua hal penting agar kita bahagia-yaitu cinta dan harta. Putraku mencintai putrimu, dan aku bisa menjamin bahwa aku akan memberi mereka nafkah yang cukup agar mereka hidup dengan nyaman.”

Aku tidak menentang Qays, dan aku percaya karena tidak diragukan lagi engkau adalah orang yang terhormat, Meski demikian, engkau tidak dapat menyalahkan aku bila bersikap agak hati-hati terhadap putramu, semua orang telah mengetahui pola-tingkahnya yang sedikit menyimpang. Pakaiannya saja kaya’  pengemis tuh. Pasti dia tidak pernah mandi apalagi keramas selama berabad-abad. Hidupnya bersama binatang dan orang-orang terasing. Coba katakana padaku, sahabatku, andai engkau yang memiliki anak perempuan sedangkan aku berada sepertimu, apakah engkau akan memberikan putrimu kepada putraku yang gendeng ini?

Ayah Qays mati kutu. tapi dia tidak akan hanya diam dan melihat putranya  menghancurkan dirinya sendiri. Ketika ayah Majnun kembali, dia mengirim pesan kepada putranya. Ia mengadakan jamuan makan malam di mana gadis-gadis paling cantik diundang menghadirinya. Di dalam pesta itu Majnun cuma diam mematung dan mengabaikan para tamu. Dalam isak tangisnya Majnun menuduh orangtua dan sahabat-sahabatnya sebagai pemangsa jiwa cintanya yang keji dan bengis. Tersedu-sedulah Majnun di pojok ruangan hingga akhirnya dia terjatuh di atas lantai tak sadarkan diri.

Setelah bencana itu, ayah Qays memutuskan untuk membawa Majnun berangkat menunaikan ibadah haji ke Makkah, berharap Tuhan akan memberi Majnun belas kasih-Nya, dan membebaskannya dari cinta yang meluluhkan dan menghancurkan kepribadiannya itu. Setelah berangkat haji, Majnun yang tidak ingin bertemu dengan penduduk desa pergi ke gunung tandus, tanpa memberitahu seorang pun ke mana tujuannya. Dia tidak kembali ke gubuknya, melainkan memilih reruntuhan bangunan yang terpisah dari masyarakat, dan di situlah ia tinggal.

Suatu hari, seorang lelaki yang kebetulan melewati reruntuhan bangunan tersebut melihat ada orang yang aneh yang sedang duduk di salah satu dinding yang sudah runtuh. Sang pengembara mendengarkan dengan seksama ketika Majnun menyanyikan senandung pujiannya untuk Layla. Mereka berdua berbagi makanan yang dibawa si pengembara. Setelah itu si pengembara pergi dan melanjutkan perjalanannya.

Sementara itu untuk mengekspresikan perasaan terdalamnya, Layla menulis sajak untuk kekasihnya di atas kertas gores berukuran saku. Lalu, ketika dia diperbolehkan berada di taman sendirian, ia akan menerbangkan kertas-kertas itu bersama semilir angin. Penduduk desa yang menemukan kertas berisi puisi itu akan menyerahkannya kepada Majnun. Dengan cara itulah kedua pencinta tersebut berhubungan.

Salah seorang pengunjung Majnun adalah seorang ksatria gagah yang bernama. ketika dia mengetahu keadaannya majnun ia bersumpah akan melakukan apa pun yang mungkin dilakukannya untuk menyatukan kedua kekasih tersebut.

Lalu Abu ‘Amr kembali ke kota asalnya lalu dengan geram mengumpulkan pasukannya. Pasukan tentara itu berderap menuju desa Layla dan menyerang tanpa ampun.Di dalam medan pertempuran, Majnun berkeliaran dengan bebas di antara prajurit, dan menghampiri sanak keluarga Layla yang terluka. Dia merawat mereka dan berusaha semampunya mengobati luka mereka. Ketika Abu ‘Amr menuntut penjelasan tentang apa tujuan Majnun yang membantu dan bersekongkol dengan musuh, Majnun menjawab, “Orang-orang itu berasal dari tanah kekasihku. Bagaimana mungkin mereka menjadi musuhku?”

Layla kembali merana dalam kamar pingitannya yang sepi. Satu-satunya kebahagiannya adalah berjalan-jalan di setaman bunganya. Suatu hari, ketika dia sedang berjalan menuju taman bunganya, Ibn Salam, seorang bangsawan yang kaya dan berkuasa, terpana oleh panah sekilas kerlingan Layla dan langsung jatuh cinta. Tanpa menunda waktu dia segera mencari ayah Layla. Dan ayah Layla menyetujui pernikahan tersebut. Pernikahan itu berlangsung cepat. Layla menjelaskan kepada suaminya bahwa dia tidak akan pernah mencintainya. Secuil pun.

Ketika berita pernikahan Layla sampai ke telinga Majnun, Majnun meraung-raung selama berhari-hari dan menyanyikan lagu-lagu keperihan. Dengan penuh ketulusan Majnun mengirim ucapan selamat atas pernikahan kekasihnya: 

“Semoga seluruh kebahagiaan di dunia menjadi milikmu. Aku hanya meminta satu hal sebagai orang yang mencintaimu-bahwa engkau akan mengingat namaku, meski dikau memilih bersatu dengan orang lain. Jangan pernah melupakan bahwa ada orang yang raganya, bahkan seandainya raga itu hancur berkeping-keping, akan memanggil hanya satu nama, dan nama itu adalah namamu, Layla.”

Sebagai balasan, Layla mengirimkan anting-antingnya, symbol tradisional tentang kesetiaan sejati. Di dalam surat yang menyertainya, dia menulis: 

“Aku lupakan semuanya karena semua pikiranku hanya tertuju padamu. Aku telah menyimpan cintaku begitu lama, tanpa mampu menceritakannya kepada orang lain, sementara engkau meneriakkan cintamu ke seluruh penjuru dunia. Aku terbakar di dalam, sedangkan engkau membakar sekelilingmu. Sekarang aku harus tahan menghabiskan seluruh hidupku dengan seorang lelaki, padahal seluruh jiwaku adalah milik lelaki lain. Katakan padaku, siapa di antara kita yang lebih dibuat gila oleh cinta, engkau atau aku?”

Tahun demi tahun berlalu, orangtua Majnun telah tiada.Sementara di seberang kehidupan sana, Layla tetap setia kepada cintanya. Namun, kesehatannya semakin menurun karena dia tidak pernah lagi merawat diri, mengabaikan makan dan melewatkan malam-malam tanpa waktu istirahat yang cukup. Bagaimana dia dapat memperhatikan tubuhnya apabila perhatiannya hanya tertuju pada Majnun? 

Akhirnya, batuk kronis yang tidak bisa diobati dan sudah diderita Layla selama berbulan-bulan, menyerangnya dengan hebat. Pada suatu malam musim gugur yang dingin, dengan mata terpaku pada pintu, Layla meninggal dengan tenang sambil bergumam, “Majnun.”

Berita kematian Layla segera tersebar ke mana-mana. Berita itu juga sampai kepada Majnun. Ketika Majnun mendengarnya, ia pingsan di tengah-tengah gurun selama berhari-hari. Waktu ia sadar dengan sendirinya, Majnun berjalan menuju desa Layla. Dengan tenaga yang hanya cukup untuk berjalan, dia menyeret tubuhnya di atas pasir. Majnun terus berjalan tanpa henti hingga tiba di makam Layla di luar kota. Dia menangis berhari-hari, dan ketika tidak ada cara lain untuk menghilangkan rasa sakitnya, Majnun merebahkan kepalanya di atas kuburan Layla, lalu dengan tenang melepaskan jiwanya.

Tubuh Majnun tetap berada di atas kuburan Layla selama satu tahun. Pada hari peringatan kematian Layla, teman-teman dan sanak keluarga Layla menyambangi kuburan tersebut, dan mereka menemukan tubuh berbaring di atas makam. Pasangan teman sekolah Layla mengenali tubuh itu, itu adalah Majnun. Majnun kemudian dikubur di samping Layla. Kedua kekasih itu, yang telah menyatu dalam keabadian, akhirnya juga bersatu.

Dikatakan kemudian bahwa terkadang seorang Sufi mendapat mimpi di mana Majnun muncul bersama Tuhan. Tuhan membelai Majnun dengan penuh kasih, dan meminta Majnun duduk di samping-Nya. Kemudian Dia bertanya kepada Majnun: “Apakah engkau tidak malu memanggil-Ku dengan nama Layla setelah meminum anggur cinta-Ku?”

Sang Sufi terbangun dalam kebingungan. Jika Majnun diperlakukan dengan begitu penuh kasih oleh Tuhan, lalu bagaimana dengan Layla? Dan Tuhan langsung memunculkan jawabannya dalam pikirannya: “Posisi Layla diangkat atas semuanya, karena dia menyimpan rahasia-rahasia yang di dalamnya tersembunyi Cinta.”

"Maka mencintailah dalam diam...
Jika dia bukan yang terbaik untukmu,
Cukuplah Allah yang tau segala rasamu...."

Wallahu'alambissawab.

0 komentar:

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Walgreens Printable Coupons